Tepatnya pada hari minggu, 6 Maret 2016 bertempat di Aula Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Jl. Raya Banyuputih Kidul Lumajang, dilaksanakan musyawarah pembentukan sekaligus pemilihan pengurus alumni santri Pondok Pesantren Miftahul Ulum Banyuputih Kidul Kecamatan Jatiroto Lumajang. Ikatan Alumni Santri dan Alumni Banyuputih yang selanjutnya disingkat IKSABA disepakati sebagai satu-satunya organisasi (jam’iyah) yang menaungi seluruh alumni Pondok Banyuputih. Salah satu mandat yang diamanatkan pada ketua terpilih, selain melengkapi kepengurusan pusat, juga memberikan himbaun untuk membentuk kepengurusan di seluruh Kabupaten/Kota yang tersebar diseluruh Indonesia.
Hadir dalam musyawarah tersebut para masyayikh anggota majelis keluarga : KH. M. Husni Zuhri, KH. M. Shofi Sholeh (Pengasuh PPMU Kaliglagah Sumberbaru Jember), KH. Majdi Ba’its (Pengasuh PPMU Manggisan Tanggul), KH. Muhsin Ba’its (Pengasuh PPMU Yosorati dan KH. Muhammad Hasanuddin MB (Pengasuh PP. Bustanul Ulum Banyuputih Kidul)
Gayung-pun tersambut, tidak butuh waktu yang lama seluruh alumni diseluruh pelosok Indonesia, khususnya di Jawa Timur, empat Kabupaten di Pulau Madura, Kota Surabaya, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Jember yang menjadi bersemainya basis alumni Pondok Banyuputih Kidul membentuk kepengurusan ditingkat Kabupaten hingga tingkat kecamatan dan desa. Dengan metode-metode informal, para alumni memilih, menyusun dan menetapkan kepengurusan di daerah mereka tinggal.
Kelahiran IKSABA tidak bisa dilepaskan dari berbagai tantangan dan ancaman pada keber-agamaan kaum santri yang akhir-akhir ini dikepung oleh berbagai kekuatan ideologi yang siap memunahkan tradisi kesantrian, terutama ideologi islam Ahlussunnah Wal Jama’ah. Dalam sambutannya, RKH Husni bin Zuhri –Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum- menjelaskan bahwa dibentuknya wadah untuk alumni bukan dimaksudkan sebagai ajang gengsi ataupun bersaing dengan pondok-pondok yang lain, namun untuk menjaga dan melindungi para alumni pondok dari berbagai macam gempuran ideologi transnasionalisme.
Ideologi Transnasional bukan semata sebuah istilah tanpa makna yang penting. Ia kini dipahami sebagai sebuah istilah bagi gerakan politik internasional yang berusaha mengubah tatanan dunia berdasarkan ideologi keagamaan fundamentalistik, radikal dan sangat puritan. Istilah-istilah yang ini dalam pengertian umum menunjuk pada cara pandang dan ideologi yang berusaha mendirikan sebuah tatanan dunia baru yang didasarkan pada kekuasaan atas nama Tuhan (hakimiyyah Allah) dan bersikap eksklusif. Mereka menyebutnya Nizam Islami (Sistem Islam). Di dalamnya aturan-aturan keagamaan (syari’ah)- tentu saja menurut tafsir mereka- dan tunggal wajib diberlakukan bagi semua wilayah kekuasaannya yang mendunia. Mereka menolak kekuasaan manusia. Menurut mereka aturan-aturan manusia telah menyingkirkan kekuasaan Tuhan. Ideologi ini dengan begitu menentang negara bangsa (nation state). Untuk mewujudkan impian tersebut ideologi tersebut kemudian mengembangkan berbagai cara, termasuk memaksakan kehendak melalui tindakan kekerasan, represi, teror, seraya mengingkari, menafikan atau membid’ahkan keyakinan orang lain (the others), dan mengkafirkan selain mereka, baik dari kalangan umat agama lain maupun dalam internal Islam yang tidak sejalan dengan ideologi mereka. Gerakan politik transnasional tak ragu-ragu melakukan klaim kebenaran sepihak atas nama agama atau Tuhan.